Wednesday 28 November 2018

Lepet, Makanan Tradisional Jawa Tengah

Lepet merupakan makanan tradisional asal Jawa Tengah yang terbuat dari beras ketan, kelapa parut, dan garam. Campuran bahan-bahan tersebut dimasukkan pada selongsong janur (daun kelapa muda) yang telah digulung sebelumnya, diikat dengan tali bambu, dan direbus selama 3-4 jam hingga matang. Berikut merupakan gambar selongsong janur dan lepet.
Selongsong janur yang telah digulung

Lepet

Umumnya, lepet banyak dan mudah ditemukan pada saat hari raya Idul Fitri. Tulisan ini akan membahas singkat mengenai sejarah, filosofi, dan penggunaan/penyajian lepet.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang budayawan Jepara yaitu Drs. Hadi Priyanto, lepet sudah ada dan cukup populer dikonsumsi sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha sekitar abad ke 8. Akan tetapi, simbolisasi dan pemberian makna filosofis terhadap lepet baru terjadi pada abad ke 15-16 saat perpaduan ajaran Hindu-Buddha dan Islam (ajaran Islam mulai masuk Indonesia pada abad ke 12). Sinkretisme atau peristiwa perpaduan kebudayaan lama dan baru tercipta untuk menghindari culture shock pada masyarakat saat Wali Songo menyiarkan agama Islam. Dua tokoh Wali Songo yaitu Sunan Kalijaga dan Sunan Derajat berperan penting dalam akulturasi budaya tersebut yang berkaitan dengan pemberian makna filosofis lepet.

Filosofi lepet berasal dari peribahasa Jawa yaitu "Silep Kang Rapet" yang berarti "disimpan baik-baik, rapat-rapat, ditutup baik-baik". Peribahasa ini menjelaskan bahwa segala kesalahan yang telah diakui seseorang harus disimpan rapat dan tidak disinggung atau diceritakan kepada orang lain. Oleh karena lepet pertama kali disimbolisasikan oleh Wali Songo, filosofis lepet sangat terkait dengan nilai-nilai dan budaya Islam. Setiap komponen bahan yang digunakan dalam pembuatan lepet memiliki makna sendiri, sebagai berikut:
1. Ketan yang memiliki tekstur menempel dan lengket satu sama lain menggambarkan ikatan pertemanan yang kuat.
2. Kelapa parut yang memiliki tekstur halus menggambarkan kehalusan perasaan dan sopan santun yang diharapkan terdapat pada umat Islam saat Idul Fitri.
3. Garam menggambarkan keseimbangan hubungan antara komunitas yang harmonis.
4. Janur (daun kelapa muda) yang berasal dari kata "jatining nur" memiliki arti cahaya sejati, menggambarkan sucinya kondisi manusia setelah menerima cahaya sejati selama bulan Ramadhan. Selain itu, kesulitan proses pengambilan janur yang berada pada puncak pohon menggambarkan upaya yang dilakukan umat muslim demi mencapai kesucian.
5. Tali bambu merupakan simbol pertemanan yang kuat karena sifat alami tanaman bambu yang tumbuh berkelompok.

Selain bahan, proses pemasakan lepet yang lama (3-4 jam) menggambarkan kesabaran yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Lepet yang terdiri dari 4 iratan tali menggambarkan 4 kegiatan dalam "laku papat" yang terdiri dari lebaran (lebar berarti membuka pintu hati lebar-lebar untuk memaafkan sesama), luberan (luber berarti membagikan rejeki melimpah kepada sesama yang membutuhkan), leburan (lebur berarti menghilangkan dosa dengan saling memaafkan satu sama lain), dan laburan (labur berarti kondisi hati manusia yang menjadi suci berwarna putih selayaknya kapur). Proses pembukaan bungkus lepet yang diputar satu per satu dari atas-tengah-bawah menggambarkan bahwa setiap masalah harus diselesaikan selangkah demi selangkah dan secara hati-hati.

Lepet umumnya disajikan bersama dengan kupat (ketupat) pada hari raya Idul Fitri. Bagi daerah yang tidak memiliki tradisi Syawalan, lepet disajikan pada tanggal 1 Syawal (saat hari raya Idul Fitri). Sedangkan beberapa daerah yang merayakan tradisi Syawalan seperti Jepara, Demak, dan Solo, lepet disajikan pada tanggal 8 Syawal (1 minggu setelah hari raya Idul Fitri). Lepet yang menyimbolkan kesucian dan kebersihan banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai gantungan di depan rumah (atap, pintu, dan lainnya) untuk mengusir hal-hal negatif.

Ritual bernama "Sedekah Laut" atau "Pesta Lomban" di Jepara merupakan ritual adat terkenal yang melibatkan lepet dalam beberapa rangkaian prosesi acaranya yaitu larungan, perang teluk, dan festival kupat lepet. Pada prosesi larungan, kapal berisikan kepala kerbau dan beberapa persembahan termasuk lepet dihanyutkan di laut. Pada perang teluk, lepet dan kupat digunakan sebagai "amunisi" untuk memperingati situasi perperangan antara Ratu Kalinyamat dengan Malaka. Pada festival kupat lepet, lepet disusun dalam bentuk gunungan dengan jumlah lepet sesuai tahun diadakannya festival tersebut. Gunungan lepet tersebut akan dibagikan kepada sesama yang menyimbolkan pengampunan dan kemurahan hati.

Selain Pesta Lomban, terdapat beberapa ritual atau acara yang juga melibatkan lepet dalam prosesinya seperti Gumbregan di Kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta; Larungan di Ponorogo; Upacara Tradisional Perang Obor, Sesaji Rewanda di Gua Kreo; Rebo Kasan; dan lainnya. Lepet umumnya dijadikan sebagai salah satu bahan sesaji dalam prosesi acara-acara tersebut.

Berikut merupakan video mengenai Lepet, makanan tradisional Jawa Tengah.

Wednesday 21 November 2018

Artificial Burger

Seiring bertambahnya jumlah penduduk dunia, berarti kebutuhan akan pangan juga meningkat. Dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat global tersebut, diperlukan sumber-sumber pangan baru atau pangan alternatif. Pangan alternatif yang cukup populer yaitu burger artifisial. Bahan pembuatan burger artifisial tersebut beragam, salah satunya yaitu berbahan dasar serangga. Serangga disebut-sebut sebagai "pangan masa depan". Berbagai jenis serangga dimulai dari jangkrik, belalang, ulat sagu, hingga kalajengking banyak dikonsumsi pada beberapa daerah. Serangga merupakan salah satu bahan yang dapat dijadikan sumber protein, yang mana berpotensi sebagai alternatif protein daging.

Larva Burger merupakan burger artifisial yang terbuat dari bahan dasar maggot (larva telur lalat). Maggot tersebut dicampukan dengan bahan pendukung lainnya untuk meningkatkan tekstur dan rasa menyerupai daging burger. Larva burger ini dinilai memiliki nutrisi lebih baik daripada daging burger asli karena mengandung protein tinggi (56%) dan lemak rendah (12-20%). Bahan dasar maggot dalam pembuatan burger diperoleh dari proses inkubasi telur lalat dengan menggunakan substrat sisa-sisa makanan (food waste). Penelitian menunjukkan waktu inkubasi optimum yaitu 4 hari karena dapat menghasilkan kadar protein tertinggi, sedangkan jika waktu inkubasi lebih dari 5 hari maka kadar protein larva dapat menurun.

Selain serangga, terdapat bahan lain yang dikembangkan sebagai bahan burger artifisial yaitu feses manusia. Ide Poop Burger ini dikembangkan oleh peneliti Jepang bernama Mitsuyuki Ikeda. Munculnya ide ini tidak hanya diawali permasalahan mengenai pangan alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan global, akan tetapi juga disebabkan masalah tersumbatnya saluran pembuangan. Feses dianggap sebagai bahan yang akan terus ada sehingga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan. Proses pembuatan poop burger ini dilakukan dengan mengekstrak protein dari limbah feses kemudian dicampurkan bahan pendukung lainnya seperti roti dan rempah-rempah. Poop burger mengandung protein 63%; karbohidrat 25%; lemak 3%; dan 9% mineral. Kendala dari pembuatan produk ini yaitu biaya yang sangat tinggi karena dibuat dalam skala laboratorium. Ikeda berpendapat bahwa walau kini biaya produksi terlihat tinggi, jika burger ini diproduksi secara massal maka dapat menekan biaya produksi.

Image result for poop burger

Pembuatan pangan artifisial awalnya dianggap tidak diperlukan, akan tetapi mulai diperlukan seiring meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan pangan. Kedua jenis artificial burger tersebut menuai kontroversi di kalangan masyarakat. Terlebih lagi, di negara-negara muslim, faktor kehalalan bahan dan proses merupakan salah satu kendala terbesar dalam produksi kedua jenis artificial burger tersebut.

Wednesday 14 November 2018

A Critical Review of Potential Pathways to Resolve The Global Food Crisis

Tulisan kali ini akan membahas mengenai jurnal yang membahas mengenai krisis pangan global. Jurnal tersebut ditulis oleh Fraser, dkk. (2016) dengan judul "Biotechnology or Organic? Extensive or Intensive? Global or Local? A critical review of potential pathways to resolve the global food crisis".

Seiring berjalannya waktu, diprediksikan bahwa jumlah penduduk dunia akan terus meningkat. Pertumbuhan populasi penduduk tersebut tidak selaras dengan pertumbuhan ekonomi, kemudian ditambah dengan masalah perubahan iklim, erosi tanah, kelangkaan air, dan lainnya yang berujung pada krisis pangan global. Krisis pangan global tersebut dapat disebabkan rendahnya produksi pangan dan/atau ketidakseimbangan pengaturan pangan yang dipengaruhi kekuatan politik dan ekonomi. Dalam jurnal ini dibahas 4 perspektif untuk mengatasi krisis pangan global, sebagai berikut.

1. Teknologi untuk meningkatkan produksi pangan
Pemanfaatan teknologi yang semakin berkembang dan canggih dipercayai dapat meningkatkan jumlah produksi pangan guna mengatasi krisis pangan global. Salah satu teknologi tersebut yaitu rekayasa genetika. Melalui rekayasa genetika, dapat diciptakan varietas tanaman yang resisten terhadap hama, penyakit, dan kondisi lingkungan lainnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Di India, penerapan teknologi rekayasa genetika telah berhasil menghasilkan tanaman padi yang tetap dapat tumbuh di tanah dengan kandungan fosfor rendah. Di sisi lain, rekayasa genetika dianggap tidak dapat mengatasi permasalahan krisis pangan global, karena dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan seperti kerusakan rantai pangan dan resistensi tanaman transgenik.

2. Distribusi pangan yang merata (keadilan dan distribusi)
Perspektif ini menyatakan bahwa penyebab krisis pangan global yaitu pada ketidakrataan distribusi pangan, terbukti dengan fakta bahwa 800 juta orang mengalami kelaparan dan di saat bersamaan sekitar 1,3 miliar orang mengalami obesitas. Distribusi pangan yang tidak merata tersebut disebabkan oleh kekuatan politik dan ekonomi yang didominasi beberapa pihak pemangku kepentingan. Dalam mencapai distribusi pangan yang merata, terdapat 3 strategi yang dapat dilakukan yaitu:
a. Mengurangi pemakaian tanaman pangan yang dapat dikonsumsi sebagai bahan bakar. Akan tetapi, di sisi lain, pembatasan pemakaian tanaman untuk bahan bakar dapat menyebabkan kenaikan harga bahan bakar yang pada akhirnya berujung pada kenaikan harga pangan.
b. Meningkatkan distribusi langsung melalui bantuan makanan dari negara yang memiliki banyak ketersediaan bahan pangan. Strategi ini jika dijalankan dalam waktu panjang dapat mengakibatkan masalah baru yaitu penurunan pendapatan petani-petani lokal.
c. Merubah pola makan dengan mengurangi konsumsi daging. Dengan demikian, lahan tempat pemeliharaan ternak dapat dimanfaatkan untuk menanam bahan pangan yang dapat dikonsumsi masyarakat.

3. Kedaulatan pangan lokal
Para ahli berpendapat bahwa salah satu pilar pusat ketahanan pangan yaitu kedaulatan pangan lokal yang melibatkan pertanian lokal, organik, dan beragam sebagai salah satu cara mengatasi krisis pangan global. Melalui lokalisasi tersebut, dapat meningkatkan hasil pertanian para petani lokal, menyediakan akses pasar, dan lainnya. Dengan demikian, diharapkan dengan tercapainya kedaulatan pangan lokal, juga dapat mengatasi krisis pangan global.

4. Kegagalan pasar, kebijakan dan peraturan
Dalam perspektif ini, dikatakan bahwa eksternalitas negatif merupakan salah satu hal yang mempengaruhi krisis pangan. Eksternalitas negatif merupakan dampak negatif dari aktivitas ekonomi. Beberapa bentuk eksternalitas antara lain subsidi yang tidak tepat, pembuangan pangan sia-sia (food waste), dan lainnya. Dalam mengatasi pembuangan pangan sia-sia, diperlukan kebijakan dan peraturan yang dapat membatasi konsumsi dan pembuangan pangan tersebut. Selain itu, juga dapat dilakukan proses pengolahan pangan yang tepat sehingga dapat menambah umur simpan produk dan meminimalkan kemungkinan produk rusak dan terbuang sia-sia.

Dari keempat perspektif tersebut, setiap perspektif memiliki argumen dari berbagai sudut pandang. Pemakaian hanya satu perspektif saja tidak dapat mengatasi permasalahan krisis pangan global. Oleh karena itu, diperlukan penggabungan prinsip dan ide dari setiap perspektif dengan mengesampingkan kepentingan masing-masing golongan guna mengatasi krisis pangan global.

Thursday 8 November 2018

Three Perspectives on Sustainable Food Security


Tulisan kali ini akan mengulas mengenai jurnal dengan judul “Three Perspectives on Sustainable Food Security: Efficiency, Demand Restraint, Food System Transformation. What Role for LCA?” yang ditulis oleh Tara Garnett pada tahun 2013.

            Masalah mengenai makanan telah menjadi isu dunia yang banyak mengundang perhatian. Meningkatnya populasi dunia secara cepat menyebabkan pesatnya kenaikan permintaan akan sumber daya, lahan, dan pangan. Peningkatan permintaan yang tidak diikuti dengan pasokan sumber daya yang memadai dapat menyebabkan isu kelaparan. Ditambah lagi perubahan kondisi lingkungan, dan emisi perusak lingkungan hasil proses produksi yang memperburuk situasi dalam memproduksi makanan. Masalah pangan lainnya yaitu ketidakadilan dalam segi distribusi yang menyebabkan terjadinya dua situasi bertolakbelakang (obesitas dan kekurangan nutrisi). Melihat kedua masalah pangan tersebut, diperlukan pengaturan dan penataan kembali sistem pangan untuk dapat menghasilkan pangan yang mencukupi dengan dampak lingkungan minim.
            
Garnett menyatakan bahwa terdapat 3 perspektif yang berkaitan dengan keberlanjutan sistem pangan, yaitu sebagai berikut:

Efficiency
Fokus pada perspektif efisiensi yaitu meningkatkan produktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar. Peningkatan produktivitas tersebut dapat dicapai melalui pemanfaatan teknologi dan manajerial yang tepat. Menurut perspektif ini, dengan meningkatkan produksi maka dapat mengurangi dampak lingkungan. Metrik pengukuran dampak yaitu kg produk/emisi sehingga jika dalam suatu proses efisiensi produksi dimana hasil produksi dapat ditingkatkan dengan jumlah emisi yang sama maka dianggap lebih ramah lingkungan.
Selain itu, land sparing juga dapat dicapai melalui penerapan perspektif efisiensi. Awalnya, dalam memenuhi kebutuhan yang meningkat diperlukan pembukaan lahan baru untuk meningkatkan jumlah produksi. Akan tetapi, melalui peningkatan produktivitas dimana dengan jumlah lahan yang sama dapat menghasilkan produk lebih banyak, tidak diperlukan lagi pembukaan lahan baru untuk proses produksi.
            LCA dalam perspektif ini dapat membantu mengidentifikasi performa dari masing-masing teknik produksi, teknik manakah yang menghasilkan dampak lingkungan paling rendah. Perspektif efisiensi hanya berfokus pada kuantitas (jumlah) produksi, tetapi tidak terlalu memperhatikan kualitas nutrisi produk, dan dimensi ketahanan pangan lainnya seperti akses, utilitas, dan stabilitas.

Demand Restraint
Berbeda dengan perspektif sebelumnya, perspektif demand restraint berfokus pada konsumen. Menurut perspektif ini, penyebab utama dari krisis lingkungan yaitu konsumsi berlebihan oleh konsumen sehingga pembatasan konsumsi merupakan prioritas utama yang perlu diperhatikan. Dalam perspektif ini, LCA digunakan untuk mengidentifikasi kebiasaan konsumsi mana yang mendorong produksi berlebihan.
Dalam perspektif ini, ditekankan bahwa produk nabati “lebih baik” dibandingkan produk hewani karena produk nabati dianggap dapat memenuhi nutrisi secara seimbang dengan hasil emisi gas rumah kaca lebih rendah. Misalnya, pemberian biji-bijian sebagai pakan hewan ternak dianggap “boros” karena akan lebih efisien jika biji-bijian langsung dikonsumsi oleh manusia. Perspektif ini menyoroti tata cara distribusi pangan yang tidak merata dan pola konsumsi yang memakan banyak sumber daya.

Food System Transformation
Jika perspektif efficiency berfokus pada sistem produksi, perspektif demand restraint berfokus pada sistem konsumsi, maka perspektif food system transformation mempertimbangkan produksi dan konsumsi sebagai satu kesatuan yang mempengaruhi sistem pangan. Menurut perspektif ini, kedua hal tersebut saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan interaksinya dalam sistem pangan. Perspektif ini menyoroti bahwa masalah yang dihadapi sistem pangan merupakan masalah sosial ekonomi.
Menurut perspektif ini, dalam mencapai keberlanjutan sistem pangan, tanggung jawab tidak dapat dibebankan kepada individu saja, melainkan pada sistem. LCA dalam perspektif ini memiliki keterbatasan karena metrik sederhana dalam LCA untuk menilai dampak lingkungan tidak dapat menggambarkan berbagai interaksi antar komponen dalam sistem pangan.

Ketiga perspektif tersebut dapat digunakan secara terpisah atau digabungkan oleh setiap individu atau institusi pada waktu dan tingkat yang berbeda sesuai dengan situasi atau kondisi yang ada. Gabungan ketiga perspektif tersebut diperlukan dalam menangani masalah keberlanjutan, tetapi diperlukan pemahaman mengenai prinsip dan nilai dasar dari masing-masing perspektif.


Wednesday 31 October 2018

Kedaulatan Pangan

Istilah kedaulatan pangan seringkali menjadi perbincangan dan perdebatan di kalangan masyarakat. Meski demikian, masih banyak orang yang tidak dapat membedakan istilah kedaulatan pangan dengan istilah yang bersangkutan lainnya seperti swasembada pangan. Sebenarnya, apa itu kedaulatan pangan dan swasembada pangan?

Kedaulatan pangan merupakan hak masyarakat untuk mengatur keseluruhan sistem pangan, dimulai dari penanaman benih, pengadaan pangan, penyimpanan pangan, distribusi pangan, hingga sampai pemasaran pangan itu sendiri. Sedangkan swasembada pangan yaitu kemampuan suatu negara untuk dapat mencukupi atau memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Perlu ditekankan bahwa kedaulatan pangan berbeda dengan swasembada pangan. Jika telah tercapai kedaulatan pangan, maka juga telah mencapai swasembada pangan. Akan tetapi, jika telah mencapai swasembada pangan, belum tentu berdaulat (belum tentu mencapai kedaulatan pangan).

Sebagai contoh, peningkatan produksi dilakukan untuk mencapai swasembada pangan. Dalam meningkatkan produksi tersebut, dilakukan perluasan sawah (ekstensifikasi) dan peningkatan produktivitas sawah (intensifikasi). Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas sawah yaitu dengan menggunakan bibit varietas unggul yang diperoleh dari luar negeri. Penggunaan bibit unggul tersebut dapat meningkatkan produktivitas sawah sehingga produksi dalam negeri dapat ditingkatkan dan mencapai swasembada pangan. Akan tetapi, kedaulatan pangan tidak dapat tercapai karena negara masih bergantung pada pemasok bibit unggul dalam meningkatkan produksi.

Kedaulatan pangan dan swasembada pangan masih menjadi permasalahan pada beberapa negara, di antaranya yaitu Indonesia dan Meksiko. Meksiko yang dijajah oleh Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang berusaha mempertahankan kedaulatan pangan mereka sendiri. Terdapat sebuah gerakan kedaulatan pangan (gerakan sosial) antarbangsa yang dibangun pada tahun 1996. Gerakan sosial tersebut membahas mengenai dampak dari sistem pertanian global yang mempengaruhi kehidupan mereka (mata pencaharian, lingkungan, ekonomi). Gerakan ini juga mendukung dan memperjuangkan kesejahteraan para petani, agar para petani dapat memperoleh hak-hak mereka selayaknya. Gerakan tersebut bernama "La Via Campesina". Hingga kini, gerakan ini telah diikuti 148 organisasi di 69 negara.

Gerakan La Via Campesiana menganut prinsip yang bertentangan dengan sistem pangan neoliberalisme. Berikut akan disebutkan perbedaan sistem pangan neoliberalisme dengan sistem kedaulatan pangan.
Sistem Pangan Neoliberalisme
1. Fokus kepada keuntungan perusahaan
2. Meningkatkan ekspor komoditas pertanian
3. Fokus pada adaptasi teknologi, inovasi ilmiah, dan manajemen yang modern

Sistem Kedaulatan Pangan
1. Fokus kepada produksi lokal, perlindungan pasar lokal dari dumping
2. Fokus pada penerapan sistem pertanian berkelanjutan (memprioritaskan keamanan pangan, jaminan mutu pangan, dan lingkungan sehat bagi masyarakat)
3. Fokus terhadap diversifikasi produksi dan mengurangi penggunaan zat-zat kimia berbahaya.

Serikat Petani Indonesia (SPI) merupakan salah satu anggota Indonesia dalam La Via Campesiana. SPI memiliki agenda dan tujuan yang serupa dengan La Via Campesiana, yaitu untuk mendukung dan memperjuangkan hak-hak para petani dalam mencapai kedaulatan pangan.

Wednesday 24 October 2018

TV Series Food Tech Episode 3 "Lunch Box"

Tulisan kali ini berisikan ringkasan dari sebuah video berjudul: TV Series Food Tech Episode 3 "Lunch Box"

Dalam video tersebut, disebutkan bahwa masyarakat Amerika Serikat baik anak-anak maupun orang tua gemar membawa bekal makanan dalam kotak makan yang disebut "lunch box". Makanan dan/atau minuman utama yang umumnya ditemukan dalam kotak makan tersebut terdiri dari 8 jenis yang akan dijelaskan satu per satu sebagai berikut.
1. Peanut Butter
Sunland Inc. merupakan salah satu perusahaan penghasil peanut butter yang terkenal. Jenis kacang yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan peanut butter yaitu kacang Valencia (yang sebenarnya merupakan legume, bukan kacang tanah). Kesulitan dalam produksi peanut butter terletak pada tahap pemisahan kacang dengan kulitnya dalam skala industrial. Tahapan produksi peanut butter dimulai dari pemisahan kacang dan kulit; pemanggangan; dan penggilingan. Pada jenis peanut butter yang crunchy, ditambahkan potongan kacang yang telah dicacah pada peanut butter yang telah jadi.

2. Jelly
Pembuatan grape jelly menggunakan bahan baku varietas anggur Concord yang memiliki rasa manis dan dapat tahan di cuaca dingin. Pektin merupakan bahan inti yang berperan dalam mengentalkan jus anggur hingga membentuk jelly. Wadah kosong untuk menyimpan jelly dipanaskan terlebih dahulu sebelum pengisian jelly untuk menghindari pecahnya wadah tersebut.

3. Wonder Bread
Wonder bread merupakan salah satu merek roti tawar yang terkenal di Amerika Serikat. Penambahan gula cair dengan konsentrasi 5% pada campuran adonan tepung terigu, ragi, dan beberapa jenis aditif akan memberikan aroma manis khas roti tawar Wonder bread.

4. Juice Box
Beberapa jenis minuman seperti jus dikemas menggunakan kemasan tetra pak yang merupakan jenis kemasan pangan aseptik. Kemasan tetra pak tersebut dapat menjamin kualitas produk setelah 12 bulan penyimpanan tanpa proses pendinginan. Kemasan tetra pak terdiri dari 6 lapisan yang terdiri dari 3 bahan yaitu polietilen, aluminium, dan  kertas. Juicy Juice Bottling Plant merupakan salah satu pabrik minuman yang menggunakan tetra pak untuk mengemas jus apel.

5. Baby Carrot 
California dikenal sebagai pusat wortel di dunia, dimana sekitar 90% wortel yang dikonsumsi di Amerika ditanam di sana.Varietas baby carrot pertama kali dikembangkan oleh Mira Yurosek dengan tujuan awal memanfaatkan wortel yang ditolak karena bentuknya tidak baik (hampir 70% dari panen). Seiring dengan berkembangnya teknologi, kegiatan pertanian wortel dilakukan secara otomatis menggunakan mesin. Proses pemanenan, pemindahan wortel dari ladang ke pabrik, pencucian, dan pengupasan dilakukan menggunakan mesin. Akan tetapi, proses grading wortel masih dilakukan secara manual.

6. Goldfish Crackers
Goldfish crackers merupakan camilan yang awal mulanya berasal dari Swiss. Akan tetapi, terdapat perbedaan goldfish crackers di Swiss dan Amerika, dimana di Swiss tidak menggunakan keju cheddar dan lebih cocok disebut sebagai butter crackers. Walaupun memiliki nama "Goldfish", bahan pembuatan goldfish crackers tidak melibatkan bahan baku laut, melainkan bahan baku pembuatan biskuit pada umumnya seperti tepung terigu, air, garam, gula, dan ragi, serta penambahan spices resep rahasia perusahaan serta keju cheddar. Tahap penting dalam pembuatan goldfish crackers yaitu proses laminasi yang akan menghasilkan layer-layer pada cracker (meningkatkan kerenyahan crackers).

7. Twinkies
Twinkies merupakan kue berwarna cokelat keemasan yang berisi krim vanilla yang menjadi salah satu makanan penutup favorit warga Amerika Serikat. Kepopuleran twinkies ditunjukkan dari pemasukan twinkies ke dalam nation millennium time capsule oleh Bill Clinton pada tahun 1999 sebagai objek simbol negara Amerika. Pembuatan twinkies mirip dengan proses pembuatan adonan kue pada umumnya yang meliputi tepung terigu, gula, air, dan garam; kemudian dilanjutkan pengisian krim ke dalam kue yang telah matang.

Thursday 18 October 2018

Nutrition, Agriculture and the Global Food System in Low and Middle Income Countries

Obesitas merupakan kondisi penumpukan lemak tinggi dalam tubuh yang mana mengakibatkan berat badan berada di luar batas ideal. Obesitas juga dikenal dengan istilah "kegemukan". Walaupun terkesan hal yang umum dan biasa saja, obesitas tidak dapat dianggap remeh karena sejumlah komplikasi dan penyakit kronis dapat terjadi karena obesitas, seperti penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2, stroke, dan lainnya.

Obesitas merupakan masalah nutrisi yang banyak terjadi di negara berpenghasilan tinggi. Akan tetapi, permasalahan obesitas tersebut kini mulai berkembang di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah (LMIC/Low and Middle Income Countries).  Fokus di negara LMIC terhadap masalah obesitas tersebut masih sangat kurang karena pemerintah masih terpaku pada permasalahan pemenuhan nutrisi bagi masyarakat yang mengalami malnutrisi.

Dalam artikel berjudul "Nutrition, Agriculture and the Global Food System in Low and Middle Income Countries" oleh Barry M. Popkin, dikatakan bahwa penyebab kasus obesitas pada negara LMIC tersebut disebabkan pergeseran rantai pangan dan pola pangan. Dari sisi nutrisi, terdapat 2 permasalahan utama yang diangkat sebagai berikut:
1. Fokus pada 1000 hari pertama kehidupan manusia
    Penulis membahas bahwa dalam menyelesaikan masalah malnutrisi, pemenuhan dan perbaikan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan manusia saja tidak cukup. Hal tersebut disebabkan permasalahan nutrisi merupakan permasalahan intergenerasi yang berarti pemenuhan gizi harus fokus pada keseluruhan fase/tahap kehidupan manusia. Pemfokusan nutrisi tidak dilakukan pada ibu hamil atau bayi yang baru lahir saja, tetapi juga diperlukan perhatian pada nutrisi remaja putri dan wanita muda. Pemenuhan gizi tersebut perlu dilakukan mulai ketika tahap remaja dan dewasa karena pada akhirnya remaja putri yang beranjak dewasa tersebut juga akan menjadi seorang ibu, yang mana akan mempengaruhi masa kehamilan dan anaknya pada generasi berikutnya. Siklus-siklus tersebut akan terus berulang hingga pemenuhan gizi tidak hanya dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan, tetapi pada seluruh tahap kehidupan manusia.

2. Pola makan tradisional & konsumsi makanan segar
  Seiring berkembangnya dunia, kehidupan juga semakin modern. Kemodernan tersebut juga mempengaruhi gaya hidup masyarakat yang semakin urban. Masyarakat cenderung mengonsumsi makanan olahan yang lebih praktis dan cepat saji. Perubahan gaya hidup dan pola makan tersebut membuat kembali ke pola makan tradisional (makanan segar) menjadi hal yang sulit dilakukan. Terlebih, retail-retail modern yang menjual berbagai makanan olahan cepat saji berkembang sangat pesat. Perubahan pola makan kembali ke tradisional yaitu dengan mengonsumsi makanan segar menjadi terbatas dilihat dari sisi ketersediaan, kesegaran, dan juga harga di konsumen akhir. Selain itu, makanan olahan yang menggunakan bahan tambahan pangan yang meningkatkan sensori makanan menjadi faktor lain penyebab sulitnya kembali ke pola makan tradisional.

Penelitian menunjukkan bahwa pergeseran pola makan ke makanan olahan tidak hanya terjadi di negara berpenghasilan tinggi, tetapi juga mulai terjadi di negara LMIC. Negara-negara LMIC pada umumnya merupakan negara yang baru mengalami perkembangan ekonomi dan mulai mengarah pada gaya hidup urbanisasi, yang mana menuntut pangan praktis dan cepat saji. Namun, di sisi lain, penghasilan masyarakat LMIC yang menengah juga membatasi pilihan makanan yang dapat dijangkau. Pembelian makanan segar di retail-retail modern juga sulit dilakukan masyarakat LMIC karena harga makanan segar di retail modern cenderung lebih mahal sehingga sulit dijangkau. Hal tersebut menyebabkan kebanyakan masyarakat LMIC akhirnya malah mengonsumsi makanan cepat saji dengan harga relatif murah, dimana makanan dengan karakteristik tersebut memiliki kalori tinggi tapi tidak mengandung nutrisi atau gizi yang mencukupi. Makanan dengan ciri tersebut disebut dengan "empty calories". Kurangnya pengetahuan masyarakat LMIC menjadi faktor lain kurangnya selektivitas dalam mengonsumsi makanan. Sebagian besar masyarakat LMIC, terutama yang berpengetahuan rendah hanya mementingkan makanan yang relatif murah dan dapat mengenyangkan (tidak memperhatikan nutrisi). Hal inilah yang memicu obesitas di negara LMIC.

Melihat fenomena tersebut, penulis membahas bahwa diperlukan riset-riset yang mendalami dampak yang dapat ditimbulkan dari pergeseran pola makan di negara LMIC dalam jangka waktu panjang.

Wednesday 10 October 2018

Transitioning the Food System: A Strategic Practice Management Approach for Cities

Transisi sistem pangan dibutuhkan untuk dapat mencapai keadilan sosial. Di New York (Amerika Serikat), terdapat kegiatan Supplemental Nutrition Assistance Program (SNAP). SNAP merupakan suatu program pemerintah yang memberikan subsidi untuk masyarakat New York yang berpenghasilan rendah ( $ 58.000/tahun).

Apa yang menjadi alasan kota New York dipilih oleh departemen agrikultur Amerika Serikat (United States Department of Agriculture/ USDA) untuk melaksanakan program tersebut?
Di Eropa dan Amerika, memang sebagian besar yang ada yaitu pasar modern (supermarket). Namun, Eropa dan Amerika masih mempertahankan keberadaan pasar tradisional. Pasar tradisional tersebut tidak selalu ada setiap hari atau setiap saat (hanya dibuka pada jam-jam tertentu), dan tidak menetap (lokasi pasar tradisional berpindah-pindah menggunakan mobil). Pada pasar tradisional yang lebih dikenal dengan istilah "farmers market", pihak yang berjualan merupakan para petani secara langsung. New York merupakan kota yang sangat metropolitan dan kota perdagangan paling modern di Amerika Serikat. Oleh karena itu, pemerintah berusaha untuk tetap mengadakan pasar tradisional di kota New York yang modern tersebut. Pengadaan pasar tradisional di New York dapat memudahkan aktivitas para warga, misalnya restoran tidak perlu menunggu untuk membeli bahan-bahan makanan dari supermarket (yang umumnya buka pada jam lebih siang), tetapi dapat membeli bahan di pasar tradisional sehingga restoran dapat menjual makanan untuk sarapan para warga New York.

Program SNAP tersebut dilaksanakan pemerintah Amerika Serikat dengan tujuan mencapai keadilan sosial. Pemerintah memberikan jaminan sosial untuk warga yang berpenghasilan rendah untuk bertahan hidup. Awalnya pemerintah memberikan dalam bentuk kupon yang dapat digunakan untuk membeli barang-barang di toko makanan seperti farmers market, atau groceries tertentu. Subsidi yang diberikan tersebut juga diharapkan dapat menghidupi para petani (kupon subsidi digunakan dalam membeli barang di farmers market).

Dalam meningkatkan efisiensi, pemerintah menggunakan teknologi dengan mengubah kupon-kupon menjadi kartu elektronik berisi saldo/uang yang disebut Electronic Bank Transfer (EBT). Akan tetapi, yang menjadi masalah yaitu EBT tersebut tidak bisa digunakan/diterapkan di pasar-pasar tradisional seperti farmers market karena keterbatasan alat (tidak memiliki EBT reader). Dikarenakan lokasi pasar yang berpindah-pindah, penggunaan VSAT satellite untuk membantu penggunaan EBT juga sulit diterapkan. Selanjutnya, EBT tersebut kemudian digantikan dengan menggunakan sistem token. Token-token tersebut dapat digunakan di farmers market. Petani-petani yang menerima bayaran dalam bentuk token kemudian dapat menukarkan token tersebut ke GrowNYC. GrowNYC merupakan suatu organisasi yang berperan menjadi jembatan penghubung antara petani dengan pihak pemerintah (USDA) dalam memberikan subsidi kepada masyarakat NY berpenghasilan rendah.

Gambar berikut menunjukkan penggunaan token dalam berbelanja di farmers market.

Image result for farmers market tokens snap 

Thursday 4 October 2018

Gluten Free - The Science Behind The Trend (CBC Marketplace)


Sebagian besar masyarakat Kanada mempercayai atau berasumsi bahwa produk-produk gluten free lebih sehat dibandingkan produk reguler yang serupa (non-gluten free). Hal tersebut ditunjukkan banyaknya produk gluten free di toko-toko umum yang mudah ditemukan. Asumsi masyarakat mengenai anggapan bahwa produk gluten free lebih menyehatkan diperoleh dari artikel-artikel di koran atau majalah, dan dari pernyataan atau endorsement dari para selebriti. Dalam artikel-artikel tersebut disebutkan bahwa konsumsi produk gluten free dapat mengurangi gejala negatif pada kesehatan, mengecilkan ukuran perut (menghilangkan buncit perut), dan juga menurunkan berat badan. Akan tetapi, bagi sebagian kecil masyarakat Kanada yang memiliki celiac disease, konsumsi produk gluten free merupakan sebuah kebutuhan, bukan pilihan gaya hidup.

Penderita celiac disease di Kanada mencapai 35.000 orang, akan tetapi tercatat masyarakat yang mengonsumsi produk gluten free mencapai 4.000.000 orang. Penderita celiac disease memiliki kelainan sistem imun yang mengganggap gluten sebagai alergi. Jika penderita celiac disease mengonsumsi gluten, dapat memberikan dampak fisik seperti kembung, perut membesar, bahkan sampai gangguan emosional.

Masyarakat umum di Kanada sendiri kurang memahami apa arti dari gluten sendiri. Ada masyarakat yang mendefinisikan gluten sebagai komponen buruk dalam pangan seperti lemak, kalori, ada juga yang mendefinisikan sebagai bagian pati, komponen dalam gandum, atau bahkan sebagai sebuah tren. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai gluten tersebut yang dimanfaatkan para produsen dalam memasarkan produk gluten free. Selain itu, produsen juga memanfaatkan persepsi masyarakat yang menginginkan hal yang sederhana dan dapat mengatasi masalah kesehatan.

Produk gluten free sendiri memiliki harga yang relatif lebih mahal dibandingkan produk reguler lainnya. Hal tersebut didasarkan klaim perusahaan yang menyatakan dalam memproduksi produk gluten free membutuhkan proses produksi yang lebih rumit sehingga harga produk juga akan lebih mahal. Namun, apakah harga lebih mahal tersebut sebanding dengan kandungan nilai gizi atau nutrisinya? Masyarakat selalu berasumsi bahwa produk yang lebih mahal pasti juga lebih sehat. Nyatanya, produk gluten free jika dibandingkan dengan produk reguler serupa ternyata memiliki lebih banyak kalori, sodium, lemak, gula, dan lebih sedikit serat. Serat merupakan salah satu komponen nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan.

Promosi industri mengenai produk gluten free sebagai langkah pola hidup sehat termasuk salah satu bagian marketing. Pasar menginginkan pesan yang rumit sehingga dapat menjual berbagai macam produk yang dapat menarik pelanggan seperti magic food, super food, dan sebagainya. Salah satu perusahaan yang mempraktikkan hal tersebut yaitu Udi’s. Timothy Caulfield (kepala institusi hukum kesehatan di Universitas Alberta) mengatakan bahwa belum terdapat bukti ilmiah yang menyatakan hubungan kausalitas konsumsi produk gluten free dengan efek lebih sehat, lebih bahagia, dan berenergi. Meski demikian, Udi’s tetap mempromosikan bahwa produk gluten free dapat memberikan energi lebih, dan bahkan mengurangi gejala autisme dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Padahal belum terdapat bukti ilmiah mengenai hubungan hal-hal tersebut. Selain itu, Udi’s juga menyatakan bahwa tidak ada kerugian dalam mempraktikkan pola diet gluten free. Padahal menurut Caulfield, tentu ada kerugian yaitu dari sisi harga yang lebih mahal, kesulitan untuk dimakan (challenging to eat), dan lainnya. 

Akan tetapi, masih terdapat sebagian kecil masyarakat Kanada yang mempercayai bahwa kebanyakan orang (yang tidak memiliki celiac disease) tidak memerlukan produk gluten free.

Thursday 27 September 2018

Seed Sovereignty, Food Security

Vandana Shiva merupakan seorang aktivis lingkungan asal India yang menulis berbagai buku terkenal. Salah satu buku karya beliau yang terkenal yaitu mengenai "Seed Sovereignty, Food Security". Penulisan buku tersebut dilatarbelakangi oleh 2 persoalan yaitu persoalan internal dan eksternal. Persoalan internal yaitu mengenai masalah petani India yang dipaksa menggunakan bahan-bahan kimia (harga cukup tinggi) sehingga mengakibatkan menumpuknya hutang para petani, stress, para petani terserang penyakit, dan berujung pada bunuh diri. Sedangkan persoalan eksternal yaitu mengenai pengambilan bibit-bibit India ke perkembangan benih internasional (menjadi hak milik internasional). Kedua persoalan tersebut yang memicu penulisan buku mengenai "kedaulatan benih".

Berikut akan dipaparkan beberapa hal yang tercantum dalam buku karya Vandana Shiva tersebut.

Regulasi Benih di Eropa
Regulasi di Eropa tersebut menyatakan bahwa varietas-varietas benih yang diperbolehkan untuk diperdagangkan di pasar hanyalah varietas benih yang telah terdaftar di CPVO (Community Plant Variety Office). Pendaftaran varietas benih ke dalam CPVO tersebut cukup sulit dikarenakan kriteria ketat yang harus dipenuhi benih sebagai salah satu syarat. Terdapat 3 kriteria varietas benih dalam CPVO yaitu distinctness (keunikan), uniformity (keseragaman), stability (kestabilan). Ketatnya regulasi benih berdasarkan CPVO tersebut menyebabkan variasi dari varietas-varietas benih di Eropa semakin menurun. Perancis memperjuangkan mengenai kebebasan benih melalui "The Peasant Seed Network". Aliansi tersebut dilatarbelakangi fakta bahwa sekitar 80% varietas sayuran asli Perancis perlahan hilang digantikan dengan varietas-varietas komersil saja. Di Amerika, terdapat Native American Seed Bank yang bertujuan untuk menjaga varietas-varietas asli Amerika agar tidak punah atau hilang.

GMO (Genetically Modified Organism)
Selain membahas mengenai seed sovereignty, buku ini juga mebahas mengenai food security. Salah satu isu yang dibahas yaitu mengenai GMO. Beberapa negara melarang penggunaan atau peredaran produk hasil GMO. Seluruh wilayah di Swiss menyetujui untuk menunda produk GMO selama periode 5 tahun. Italia (Tuscany) melarang kultivasi tanaman transgenik. Gerakan para ibu di Amerika memiliki kekhawatiran terhadap produk-produk GMO dan mendukung terciptanya makanan bebas GMO (GMO free food). Gerakan para ibu di Amerika ini diikuti oleh negara lainnya seperti di Afrika dan Irlandia. ANPE Peru yang bergerak dalam bidang agroekologi sepakat untuk menangguhkan (suspensi) GMO selama 10 tahun. Sedangkan di Argentina, terbagi menjadi 2 kubu yaitu pemerintah yang mendukung GMO dan para ibu di Ituzaingo yang menentang GMO. Alasan yang melatarbelakangi para ibu di Ituzaingo menentang GMO yaitu kekhawatiran akan bahaya dari kelebihan bahan-bahan berkimia (ada kasus mengenai anak yang mengalami kelebihan bahan kimia).

Penentangan GMO tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa alasan seperti kekhawatiran petani mengenai potensi kerugian yang diperoleh karena regulasi yang hanya memperbolehkan bibit transgenik di pasaran sehingga para petani menjadi terbatasi dalam memperdagangkan bibit-bibit yang ditanamnya. Selain itu, juga didukung beberapa penelitian yang menunjukkan potensi bahaya GMO terhadap kesehatan seperti tumor hati, ginjal, dan lainnya.


Thursday 20 September 2018

Pesta Lomban di Jepara

Jepara merupakan salah satu wilayah di Jawa yang masih kental dengan budaya dan tradisi. Sebuah upacara tradisional "Sedekah Laut" atau "Pesta Lomban" masih dijalankan secara rutin oleh masyarakat Jepara. Sedekah Laut merupakan jenis upacara yang pada awalnya dilakukan para kelompok nelayan di Ujung Batu, Jepara sebagai ucapan syukur dan permohonan kepada penguasa laut. Para nelayan merasa bahwa sumber kehidupan mereka bergantung dari laut. Tradisi tersebut lama-kelamaan diikuti oleh masyarakat sekitar. Sedekah Laut dilaksanakan pada 8 Syawal (1 minggu setelah Idul Fitri).

Sedekah Laut terdiri dari beberapa rangkaian acara. Beberapa acara penting dalam Sedekah Laut yaitu larungan, perang teluk, dan festival kupat lepet.
a. Larungan merupakan prosesi melarungkan/menghanyutkan kepala kerbau dalam perahu disertai barang-barang lain seperti kupat dan lepet sebagai sesaji kepada penguasa laut.
b. Perang teluk merupakan prosesi kompetisi antara peserta Sedekah Laut dengan menggunakan kupat dan lepet sebagai amunisi/peluru. Perang Teluk ini diadakan untuk mengenang dan menghormati jasa Ratu Kalinyamat (salah satu tokoh legenda Jepara) yang telah berjuang melawan Malaka.
c. Festival kupat lepet merupakan acara yang diadakan untuk menggabungkan masyarakat pesisir dan agraris Jepara. Pada festival kupat lepet, disajikan kupat dan lepet dengan jumlah sesuai tahun diadakannya festival tersebut.

Dalam setiap upacara tradisional, terdapat makanan atau sajian penting yang identik atau menjadi ciri dari upacara tersebut. Upacara Sedekah Laut sendiri identik dengan kupat dan lepet. Kupat atau ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus dengan pembungkus anyaman dari janur (daun kelapa yang masih muda). Sedangkan lepet merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan dan parutan kelapa yang dibungkus dalam janur. 

Kupat dan lepet tersebut tidak hanya sebagai sesaji dalam upacara tersebut, melainkan memiliki filosofi dan makna tersendiri. Berkaitan dengan Sedekah Laut yang diadakan 1 minggu setelah Idul Fitri, filosofi kupat dan lepet juga memiliki kaitan dengan Idul Fitri. Kupat memiliki 2 filosofi yaitu ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat bermakna bahwa seseorang harus meminta maaf kepada sesamanya jika melakukan kesalahan. Sedangkan laku papat menggambarkan 4 arti yaitu:
a. Lebaran dari kata lebar memiliki 2 arti yaitu pintu permintaan maaf telah dibuka lebar dan bahwa masa berpuasa telah usai atau selesai.
b. Luberan dari kata luber memiliki arti bahwa kita harus membagikan rejeki atau apa yang kita punya kepada sesama terutama bagi yang kurang beruntung.
c. Leburan dari kata lebur memiliki arti meleburkan atau menghancurkan dosa kita dengan saling meminta maaf dengan sesama.
d. Laburan dari kata labur yang berarti kapur memiliki arti bahwa hati para Muslim yang menjalankan puasa akan berubah menjadi putih dan bersih seperti layaknya kapur.
Sedangkan lepet memiliki filosofi yaitu dari bahasa Jawa "Silep Kang Rapet" yang berarti ditutup dengan baik dan rapat. Makna dari filosofi tersebut yaitu seluruh kesalahan yang telah diakui atau disebutkan maka harus disimpan dengan rapat dan tidak boleh diungkit kembali atau dibicarakan dengan orang lain.

Thursday 13 September 2018

The Village Hub - A Sweet Sustainable Solution


Video di atas merupakan sebuah film dokumenter yang menunjukkan perubahan positif yang dibawakan oleh seorang peneliti kehutanan (forestry engineer) yaitu Dr. Willie Smits terhadap budaya masyarakat daerah Tondano (Sulawesi Utara).

Beberapa wilayah di Indonesia terutama wilayah pedalaman masih memiliki banyak penduduk yang menganggur, salah satunya yaitu wilayah sekitar Tondano di Sulawesi Utara. Sebagian besar penduduk yang tidak memiliki pekerjaan tersebut mencari penghasilan melalui pengolahan nira aren. Kondisi geografis di wilayah Tondano, Sulawesi Utara tersebut mendukung pertumbuhan tanaman aren sehingga pohon-pohon aren cukup melimpah. Awalnya, penduduk sekitar hanya memanfaatkan sebagian besar nira aren tersebut untuk diolah menjadi tuak (minuman beralkohol), sedangkan pengolahan menjadi gula aren hanya sedikit. Pengolahan tuak aren tersebut juga mempengaruhi budaya masyarakat sekitar yaitu kebiasaan meminum minuman keras yang cukup intens. Mayoritas penduduk merupakan peminum tuak, bahkan pada usia yang masih muda yaitu sekitar 14 tahun.

Seorang ahli kehutanan dari luar negeri yang bernama Dr. Willie Smits kemudian mulai mengenalkan teknologi pengolahan nira aren menjadi gula aren dan bioetanol. Pengenalan teknologi oleh Dr. Willie tersebut mampu mengubah budaya minum-minum masyarakat tersebut. Nira aren yang dipanen tidak lagi diolah menjadi tuak, tetapi diproses menjadi gula aren dan bioetanol. Dr. Willie juga mengenalkan teknologi zero-waste dalam proses pengolahan nira aren tersebut, dimana menciptakan sistem yang berkelanjutan (sustainable) dengan memanfaatkan kembali produk-produk samping hasil pemrosesan nira aren.

Pengenalan dan pendekatan yang diberikan Dr. Willie tersebut mampu memberikan pengayaan teknologi, ilmu pengetahuan (membuka wawasan masyarakat), dan juga mempengaruhi pola pikir masyarakat menjadi lebih baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.

Thursday 6 September 2018

Kebiasaan Pangan

Setiap individu memiliki gaya hidup dalam mengonsumsi pangan atau makanan yang berbeda-beda. Sebagai contoh terdapat /sebagian orang yang harus mengonsumsi nasi agar dapat merasa kenyang, ada orang yang telah terbiasa harus mengonsumsi sayur, juga ada orang yang tidak dapat mengonsumsi sayur sama sekali, dan lainnya. Perbedaan gaya hidup berkaitan kebiasaan pangan individu tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut:

Agama
Agama yang dianut individu dapat mempengaruhi kebiasaan pangan karena beberapa agama memiliki batasan tersendiri mengenai pangan yang dianggap dapat dikonsumsi dan tidak dapat/sebaiknya dihindari untuk dikonsumsi. Sebagai contoh sebagian penganut Buddha menghindari mengonsumsi produk hewani yang disebut dengan vegetarian, penganut Islam yang menghindari makanan yang dianggap tidak halal seperti babi, penganut Hindu tidak mengonsumsi sapi karena sapi merupakan hewan yang suci atau sakral menurut kepercayaan agama Hindu.

Ekonomi
Ekonomi dapat dikatakan sebagai skala besar dari kesejahteraan. Perekonomian suatu negara mempengaruhi kebiasaan pangan masyarakatnya. Masyarakat negara maju seperti Jepang yang memiliki perekonomian lebih baik dibandingkan negara berkembang seperti Indonesia, India akan memiliki pola makan yang lebih baik dan berbeda.

Suku/bangsa
Setiap suku dan bangsa pada umumnya memiliki kebiasaan pangan tersendiri yang telah diturunkan secara turun temurun dari zaman dahulu. Misalnya pada beberapa bangsa tindakan menyeruput makanan (berbunyi) merupakan tindakan yang dianggap tidak sopan, tetapi bagi bangsa Jepang merupakan tindakan sopan sebagai tanda menikmati makanan tersebut. Contoh lainnya yaitu di Cina tindakan mengangkat mangkuk saat makan dianggap sopan karena tidak terkesan malas, sedangkan sebaliknya di Korea selatan tindakan tersebut dianggap tidak sopan (mangkuk harus diletakkan di meja saat makan).

Lingkungan/keluarga
Keluarga dan lingkungan sekitar merupakan salah satu faktor kuat yang menentukan kebiasaan pangan seseorang. Misalnya terdapat keluarga yang sejak dini telah membiasakan anaknya untuk mengonsumsi sayur, sedangkan terdapat jg keluarga lain yang membebaskan anaknya mengonsumsi makanan yang diinginkan sehingga lama-kelamaan anak tersebut tidak suka, tidak mau, dan tidak dapat mengonsumsi sayur. Contoh lain yaitu kebiasaan makan di lingkungan Batak, Jawa, Bali, Manado, dan lainnya berbeda. Walaupun sama-sama mengonsumsi daging anjing, tetapi cara pengolahan daging anjing di lingkungan Batak dan Manado berbeda.

Geografis
Letak geografis tempat tinggal juga sangat mempengaruhi kebiasaan makan, karena juga berkaitan dengan ketersediaan pangan di daerah. Sebagai contoh masyarakat yang tinggal di pesisir cenderung menyukai ikan, sedangkan masyarakat yang tinggal di hutan cenderung menyukai sayur-sayuran dan binatang buran (rusa, babi hutan, dan lainnya).

Kebutuhan khusus
Kondisi atau status kesehatan seseorang juga mempengaruhi pangan yang dikonsumsi. Atlit membutuhkan asupan energi dan protein yang tinggi untuk mendukung aktivitas latihan fisik yang ketat. Penderita diabetes harus dengan ketat membatasi konsumsi karbohidrat dalam dietnya. Selain itu, juga terdapat sebagian orang yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu seperti seafood, telur, dan lainnya.

Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan menentukan kebiasaan pangan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan bersikap lebih berhati-hati dan selektif dalam mengonsumsi makanan, misalnya akan terbiasa mencuci tangan sebelum makan menggunakan tangan (karena pengetahuan mengenai mikroba di tangan dan kaitannya terhadap kesehatan).

Usia
Usia secara tidak langsung juga dapat membatasi pangan yang dikonsumsi. Bayi masih tidak dapat mengonsumsi nasi dan makanan pedas. Orang berusia lanjut juga umumnya akan cenderung mengonsumsi makanan yang bertekstur lunak.

Teknologi
Seiring berkembangnya teknologi, mulai tercipta berbagai inovasi makanan. Salah satunya yaitu memanfaatkan nitrogen dalam pembuatan es krim.

Kesejahteraan
Semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang maka semakin tinggi juga sifat selektif orang tersebut. Misalnya karyawan dengan jabatan tidak terlalu tinggi masih mau mengonsumsi jajanan di pinggir jalan, sedangkan atasan berjabatan tinggi umumnya akan mengonsumsi makanan yang berasal dari restoran saja.

Takhyul
Terdapat sebagian kecil masyarakat yang memiliki kepercayaan terhadap takhyul berkaitan dengan makanan tertentu. Misalnya ada kepercayaan bahwa kesaktian dapat diperoleh dengan mengonsumsi cula badak (di Indonesia dan Cina).

Kebiasaan makan tersebut yang secara turun temurun diturunkan lama kelamaan akan membentuk suatu budaya makanan. Kebiasaan makan dan budaya secara timbal balik saling mempengaruhi satu sama lain.



Thursday 30 August 2018

Budaya Makanan Indonesia

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari ribuan pulau yang membentang di sepanjang garis khatulistiwa. Beragamnya pulau-pulau tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara multikultural yang kaya akan berbagai macam budaya. 

Budaya yang terbentuk dan berkembang dalam suatu wilayah atau komunitas dipengaruhi oleh hasil akumulasi dari proses interaksi dan adaptasi terhadap keadaan lingkungan (alam, sosial, ataupun spiritual). Kondisi tersebut yang melatarbelakangi terbentuknya keanekaragaman budaya. Karakteristik budaya yang khas dan spesifik pada setiap wilayah dapat menjadi faktor yang membedakan jati diri wilayah tersebut dibandingkan wilayah lainnya. Sebagai contoh, masyarakat Jepara yang bertempat di kawasan pantai memiliki budaya khas yang mencirikan budaya bahari. Terbentuknya kesatuan budaya tersebut sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh warga pendukung kebudayaan yang bersangkutan.

Karakteristik budaya merupakan aset negara yang sangat potensial. Corak dan ragam budaya-budaya tersebut dapat menjadi sarana dalam membangun jati diri atau identitas dan pengembangan karakter. Selain itu, budaya dapat dijadikan media pengembangan relasi dan pemahaman antar komunitas untuk membangun solidaritas sosial sesama masyarakat. Sebagian budaya yang merupakan bukti  dari jerih perjuangan dan kejayaan masa lampau termasuk aset untuk motivasi dan inspirasi bagi masyarakat generasi penerus yang akan datang.

Salah satu hasil dari budaya yang berhubungan erat dengan masyarakat yaitu kuliner. Kuliner merupakan bagian hidup yang berkaitan dengan kosnsumsi makanan sehari-hari. Makanan termasuk kebutuhan utama manusia untuk bertahan hidup. Selain untuk memenuhi kebutuhan pokok, makanan mengandung nilai-nilai sejarah dan bahkan nilai filosofis. Suatu makanan lokal atau makanan tradisional juga dapat menjadi pembeda identitas suatu komunitas masyarakat atau wilayah, atau dengan kata lain dapat dikatakan makanan dapat dijadikan ciri khas suatu wilayah. Sebagai contoh, rendang yang identik dengan wilayah Minangkabau, kaledo yang identik dengan masyarakat Donggala (wilayah Palu), dan sebagainya. Nilai budaya yang terkandung dalam suatu makanan sangat luas, mencakup asal mula terbentuknya makanan tersebut, arti atau makna dari makanan di kalangan masyarakat/wilayah bersangkutan, perkembangan pewarisan resep makanan secara turun temurun, dan lainnya. Budaya makanan yang berharga tersebut harus dijaga, dilestarikan, dan didokumentasikan dengan baik sebagai warisan bagi generasi penerus.

Friday 27 July 2018

Perkreditan

Perkreditan merupakan salah satu istilah yang terkenal dalam dunia perbankan. Kredit merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan bank. Para pengusaha umumnya menggunakan sistem kredit dalam modal dasar perusahaan atau melakukan pembelian peralatan atau mesin. Dalam sistem perkreditan, terdapat kesepakatan pinjam-meminjam di antara bank dengan perusahaan yang meminjam.

Kredit merupakan kemampuan dalam melakukan pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan janji pembayaran yang ditangguhkan pada jangka waktu tertentu sesuai yang telah disepakati. Jenis kredit di Indonesia bermacam-macam. Berdasarkan tujuan penggunaannya, kredit di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu kredit konsumtif dan kredit produktif. Kredit konsumtif merupakan kredit untuk debitur dalam keperluan untuk konsumsi misalnya kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor, kredit pembelian peralatan rumah tangga, dan lainnya. Sedangkan kredit produktif merupakan kredit untuk debitur dalam keperluan untuk usaha. Kredit produktif dapat terbagi menjadi 3 jenis yaitu kredit investasi, kredit modal kerja (KMK), dan kredit likuiditas.

Dalam mengajukan kredit suatu usaha, terdapat beberapa persyaratan dan ketentuan yang harus dipenuhi yaitu merupakan warna negara Indonesia (WNI) berusia 21-65 tahun, dan melengkapi dokumen-dokumen prasyarat seperti:
1. Fotokopi dokumen legalitas pemohon/penanggung jawab (misalnya KTP)
2. Fotokopi dokumen legalitas usaha (misalnya SIUP, TDP, dan SKDU)
3. Fotokopi NPWP usaha dan/atau pemohon
4. Fotokopi identitas (KTP) seluruh direksi
5. Fotokopi Akta Pendirian dan Akta Perubahan Lengkap (untuk badan usaha PT, firma, dan lainnya)
6. Fotokopi rekening koran perusahaan 6 bulan terakhir
7. Foto usaha tampak depan dan bagian dalam
8. Proposal kredit
9. Formulir pengajuan kredit
10. Fotokopi dokumen yang akan menjadi Jaminan

Berikut merupakan tahap-tahap dalam proses pengajuan kredit:
1. Peminjam mendatangi bank, kemudian mengisi formulir pengajuan kredit dan menyerahkan dokumen-dokumen prasyarat seperti yang telah disebutkan di atas. Kredit yang dapat dipinjam sebesar 75% dari jaminan yang dimiliki.
2. Account officer (bank) akan menganalisis pengajuan kredit yang diajukan peminjam. Prinsip analisis debitur tersebut dilakukan berdasarkan prinsip analisa 5C (character, capacity, capital, condition, dan collateral) dan 5P (personality, purpose, prospect, payment, dan party). Berdasarkan hasil analisis tersebut, account officer memberikan hasil analisis dan dokumen pelengkap kepada appraisal untuk proses analisis lebih lanjut. 
3. Jika persetujuan kredit disetujui maka akan dilanjutkan dengan penyerahan dan pemeriksaan jaminan asli. Jaminan yang dapat digunakan dalam mengajukan kredit terdiri dari 2 jenis yaitu bend a bergerak (jaminan yang mudah dan dapat dipindahkan seperti mobil, mesin pabrik, saham-saham, atau hak terhadap barang) dan benda tidak bergerak (jaminan yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya seperti bangunan dan tanah).
4. Setelah proses pemberian jaminan selesai dilakukan, bank lalu akan membuka rekening baru untuk debitur sehingga proses pencairan dana kredit dapat dilakukan.