Wednesday 31 October 2018

Kedaulatan Pangan

Istilah kedaulatan pangan seringkali menjadi perbincangan dan perdebatan di kalangan masyarakat. Meski demikian, masih banyak orang yang tidak dapat membedakan istilah kedaulatan pangan dengan istilah yang bersangkutan lainnya seperti swasembada pangan. Sebenarnya, apa itu kedaulatan pangan dan swasembada pangan?

Kedaulatan pangan merupakan hak masyarakat untuk mengatur keseluruhan sistem pangan, dimulai dari penanaman benih, pengadaan pangan, penyimpanan pangan, distribusi pangan, hingga sampai pemasaran pangan itu sendiri. Sedangkan swasembada pangan yaitu kemampuan suatu negara untuk dapat mencukupi atau memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Perlu ditekankan bahwa kedaulatan pangan berbeda dengan swasembada pangan. Jika telah tercapai kedaulatan pangan, maka juga telah mencapai swasembada pangan. Akan tetapi, jika telah mencapai swasembada pangan, belum tentu berdaulat (belum tentu mencapai kedaulatan pangan).

Sebagai contoh, peningkatan produksi dilakukan untuk mencapai swasembada pangan. Dalam meningkatkan produksi tersebut, dilakukan perluasan sawah (ekstensifikasi) dan peningkatan produktivitas sawah (intensifikasi). Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas sawah yaitu dengan menggunakan bibit varietas unggul yang diperoleh dari luar negeri. Penggunaan bibit unggul tersebut dapat meningkatkan produktivitas sawah sehingga produksi dalam negeri dapat ditingkatkan dan mencapai swasembada pangan. Akan tetapi, kedaulatan pangan tidak dapat tercapai karena negara masih bergantung pada pemasok bibit unggul dalam meningkatkan produksi.

Kedaulatan pangan dan swasembada pangan masih menjadi permasalahan pada beberapa negara, di antaranya yaitu Indonesia dan Meksiko. Meksiko yang dijajah oleh Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang berusaha mempertahankan kedaulatan pangan mereka sendiri. Terdapat sebuah gerakan kedaulatan pangan (gerakan sosial) antarbangsa yang dibangun pada tahun 1996. Gerakan sosial tersebut membahas mengenai dampak dari sistem pertanian global yang mempengaruhi kehidupan mereka (mata pencaharian, lingkungan, ekonomi). Gerakan ini juga mendukung dan memperjuangkan kesejahteraan para petani, agar para petani dapat memperoleh hak-hak mereka selayaknya. Gerakan tersebut bernama "La Via Campesina". Hingga kini, gerakan ini telah diikuti 148 organisasi di 69 negara.

Gerakan La Via Campesiana menganut prinsip yang bertentangan dengan sistem pangan neoliberalisme. Berikut akan disebutkan perbedaan sistem pangan neoliberalisme dengan sistem kedaulatan pangan.
Sistem Pangan Neoliberalisme
1. Fokus kepada keuntungan perusahaan
2. Meningkatkan ekspor komoditas pertanian
3. Fokus pada adaptasi teknologi, inovasi ilmiah, dan manajemen yang modern

Sistem Kedaulatan Pangan
1. Fokus kepada produksi lokal, perlindungan pasar lokal dari dumping
2. Fokus pada penerapan sistem pertanian berkelanjutan (memprioritaskan keamanan pangan, jaminan mutu pangan, dan lingkungan sehat bagi masyarakat)
3. Fokus terhadap diversifikasi produksi dan mengurangi penggunaan zat-zat kimia berbahaya.

Serikat Petani Indonesia (SPI) merupakan salah satu anggota Indonesia dalam La Via Campesiana. SPI memiliki agenda dan tujuan yang serupa dengan La Via Campesiana, yaitu untuk mendukung dan memperjuangkan hak-hak para petani dalam mencapai kedaulatan pangan.

Wednesday 24 October 2018

TV Series Food Tech Episode 3 "Lunch Box"

Tulisan kali ini berisikan ringkasan dari sebuah video berjudul: TV Series Food Tech Episode 3 "Lunch Box"

Dalam video tersebut, disebutkan bahwa masyarakat Amerika Serikat baik anak-anak maupun orang tua gemar membawa bekal makanan dalam kotak makan yang disebut "lunch box". Makanan dan/atau minuman utama yang umumnya ditemukan dalam kotak makan tersebut terdiri dari 8 jenis yang akan dijelaskan satu per satu sebagai berikut.
1. Peanut Butter
Sunland Inc. merupakan salah satu perusahaan penghasil peanut butter yang terkenal. Jenis kacang yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan peanut butter yaitu kacang Valencia (yang sebenarnya merupakan legume, bukan kacang tanah). Kesulitan dalam produksi peanut butter terletak pada tahap pemisahan kacang dengan kulitnya dalam skala industrial. Tahapan produksi peanut butter dimulai dari pemisahan kacang dan kulit; pemanggangan; dan penggilingan. Pada jenis peanut butter yang crunchy, ditambahkan potongan kacang yang telah dicacah pada peanut butter yang telah jadi.

2. Jelly
Pembuatan grape jelly menggunakan bahan baku varietas anggur Concord yang memiliki rasa manis dan dapat tahan di cuaca dingin. Pektin merupakan bahan inti yang berperan dalam mengentalkan jus anggur hingga membentuk jelly. Wadah kosong untuk menyimpan jelly dipanaskan terlebih dahulu sebelum pengisian jelly untuk menghindari pecahnya wadah tersebut.

3. Wonder Bread
Wonder bread merupakan salah satu merek roti tawar yang terkenal di Amerika Serikat. Penambahan gula cair dengan konsentrasi 5% pada campuran adonan tepung terigu, ragi, dan beberapa jenis aditif akan memberikan aroma manis khas roti tawar Wonder bread.

4. Juice Box
Beberapa jenis minuman seperti jus dikemas menggunakan kemasan tetra pak yang merupakan jenis kemasan pangan aseptik. Kemasan tetra pak tersebut dapat menjamin kualitas produk setelah 12 bulan penyimpanan tanpa proses pendinginan. Kemasan tetra pak terdiri dari 6 lapisan yang terdiri dari 3 bahan yaitu polietilen, aluminium, dan  kertas. Juicy Juice Bottling Plant merupakan salah satu pabrik minuman yang menggunakan tetra pak untuk mengemas jus apel.

5. Baby Carrot 
California dikenal sebagai pusat wortel di dunia, dimana sekitar 90% wortel yang dikonsumsi di Amerika ditanam di sana.Varietas baby carrot pertama kali dikembangkan oleh Mira Yurosek dengan tujuan awal memanfaatkan wortel yang ditolak karena bentuknya tidak baik (hampir 70% dari panen). Seiring dengan berkembangnya teknologi, kegiatan pertanian wortel dilakukan secara otomatis menggunakan mesin. Proses pemanenan, pemindahan wortel dari ladang ke pabrik, pencucian, dan pengupasan dilakukan menggunakan mesin. Akan tetapi, proses grading wortel masih dilakukan secara manual.

6. Goldfish Crackers
Goldfish crackers merupakan camilan yang awal mulanya berasal dari Swiss. Akan tetapi, terdapat perbedaan goldfish crackers di Swiss dan Amerika, dimana di Swiss tidak menggunakan keju cheddar dan lebih cocok disebut sebagai butter crackers. Walaupun memiliki nama "Goldfish", bahan pembuatan goldfish crackers tidak melibatkan bahan baku laut, melainkan bahan baku pembuatan biskuit pada umumnya seperti tepung terigu, air, garam, gula, dan ragi, serta penambahan spices resep rahasia perusahaan serta keju cheddar. Tahap penting dalam pembuatan goldfish crackers yaitu proses laminasi yang akan menghasilkan layer-layer pada cracker (meningkatkan kerenyahan crackers).

7. Twinkies
Twinkies merupakan kue berwarna cokelat keemasan yang berisi krim vanilla yang menjadi salah satu makanan penutup favorit warga Amerika Serikat. Kepopuleran twinkies ditunjukkan dari pemasukan twinkies ke dalam nation millennium time capsule oleh Bill Clinton pada tahun 1999 sebagai objek simbol negara Amerika. Pembuatan twinkies mirip dengan proses pembuatan adonan kue pada umumnya yang meliputi tepung terigu, gula, air, dan garam; kemudian dilanjutkan pengisian krim ke dalam kue yang telah matang.

Thursday 18 October 2018

Nutrition, Agriculture and the Global Food System in Low and Middle Income Countries

Obesitas merupakan kondisi penumpukan lemak tinggi dalam tubuh yang mana mengakibatkan berat badan berada di luar batas ideal. Obesitas juga dikenal dengan istilah "kegemukan". Walaupun terkesan hal yang umum dan biasa saja, obesitas tidak dapat dianggap remeh karena sejumlah komplikasi dan penyakit kronis dapat terjadi karena obesitas, seperti penyakit jantung koroner, diabetes tipe 2, stroke, dan lainnya.

Obesitas merupakan masalah nutrisi yang banyak terjadi di negara berpenghasilan tinggi. Akan tetapi, permasalahan obesitas tersebut kini mulai berkembang di negara-negara berpenghasilan rendah hingga menengah (LMIC/Low and Middle Income Countries).  Fokus di negara LMIC terhadap masalah obesitas tersebut masih sangat kurang karena pemerintah masih terpaku pada permasalahan pemenuhan nutrisi bagi masyarakat yang mengalami malnutrisi.

Dalam artikel berjudul "Nutrition, Agriculture and the Global Food System in Low and Middle Income Countries" oleh Barry M. Popkin, dikatakan bahwa penyebab kasus obesitas pada negara LMIC tersebut disebabkan pergeseran rantai pangan dan pola pangan. Dari sisi nutrisi, terdapat 2 permasalahan utama yang diangkat sebagai berikut:
1. Fokus pada 1000 hari pertama kehidupan manusia
    Penulis membahas bahwa dalam menyelesaikan masalah malnutrisi, pemenuhan dan perbaikan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan manusia saja tidak cukup. Hal tersebut disebabkan permasalahan nutrisi merupakan permasalahan intergenerasi yang berarti pemenuhan gizi harus fokus pada keseluruhan fase/tahap kehidupan manusia. Pemfokusan nutrisi tidak dilakukan pada ibu hamil atau bayi yang baru lahir saja, tetapi juga diperlukan perhatian pada nutrisi remaja putri dan wanita muda. Pemenuhan gizi tersebut perlu dilakukan mulai ketika tahap remaja dan dewasa karena pada akhirnya remaja putri yang beranjak dewasa tersebut juga akan menjadi seorang ibu, yang mana akan mempengaruhi masa kehamilan dan anaknya pada generasi berikutnya. Siklus-siklus tersebut akan terus berulang hingga pemenuhan gizi tidak hanya dilakukan pada 1000 hari pertama kehidupan, tetapi pada seluruh tahap kehidupan manusia.

2. Pola makan tradisional & konsumsi makanan segar
  Seiring berkembangnya dunia, kehidupan juga semakin modern. Kemodernan tersebut juga mempengaruhi gaya hidup masyarakat yang semakin urban. Masyarakat cenderung mengonsumsi makanan olahan yang lebih praktis dan cepat saji. Perubahan gaya hidup dan pola makan tersebut membuat kembali ke pola makan tradisional (makanan segar) menjadi hal yang sulit dilakukan. Terlebih, retail-retail modern yang menjual berbagai makanan olahan cepat saji berkembang sangat pesat. Perubahan pola makan kembali ke tradisional yaitu dengan mengonsumsi makanan segar menjadi terbatas dilihat dari sisi ketersediaan, kesegaran, dan juga harga di konsumen akhir. Selain itu, makanan olahan yang menggunakan bahan tambahan pangan yang meningkatkan sensori makanan menjadi faktor lain penyebab sulitnya kembali ke pola makan tradisional.

Penelitian menunjukkan bahwa pergeseran pola makan ke makanan olahan tidak hanya terjadi di negara berpenghasilan tinggi, tetapi juga mulai terjadi di negara LMIC. Negara-negara LMIC pada umumnya merupakan negara yang baru mengalami perkembangan ekonomi dan mulai mengarah pada gaya hidup urbanisasi, yang mana menuntut pangan praktis dan cepat saji. Namun, di sisi lain, penghasilan masyarakat LMIC yang menengah juga membatasi pilihan makanan yang dapat dijangkau. Pembelian makanan segar di retail-retail modern juga sulit dilakukan masyarakat LMIC karena harga makanan segar di retail modern cenderung lebih mahal sehingga sulit dijangkau. Hal tersebut menyebabkan kebanyakan masyarakat LMIC akhirnya malah mengonsumsi makanan cepat saji dengan harga relatif murah, dimana makanan dengan karakteristik tersebut memiliki kalori tinggi tapi tidak mengandung nutrisi atau gizi yang mencukupi. Makanan dengan ciri tersebut disebut dengan "empty calories". Kurangnya pengetahuan masyarakat LMIC menjadi faktor lain kurangnya selektivitas dalam mengonsumsi makanan. Sebagian besar masyarakat LMIC, terutama yang berpengetahuan rendah hanya mementingkan makanan yang relatif murah dan dapat mengenyangkan (tidak memperhatikan nutrisi). Hal inilah yang memicu obesitas di negara LMIC.

Melihat fenomena tersebut, penulis membahas bahwa diperlukan riset-riset yang mendalami dampak yang dapat ditimbulkan dari pergeseran pola makan di negara LMIC dalam jangka waktu panjang.

Wednesday 10 October 2018

Transitioning the Food System: A Strategic Practice Management Approach for Cities

Transisi sistem pangan dibutuhkan untuk dapat mencapai keadilan sosial. Di New York (Amerika Serikat), terdapat kegiatan Supplemental Nutrition Assistance Program (SNAP). SNAP merupakan suatu program pemerintah yang memberikan subsidi untuk masyarakat New York yang berpenghasilan rendah ( $ 58.000/tahun).

Apa yang menjadi alasan kota New York dipilih oleh departemen agrikultur Amerika Serikat (United States Department of Agriculture/ USDA) untuk melaksanakan program tersebut?
Di Eropa dan Amerika, memang sebagian besar yang ada yaitu pasar modern (supermarket). Namun, Eropa dan Amerika masih mempertahankan keberadaan pasar tradisional. Pasar tradisional tersebut tidak selalu ada setiap hari atau setiap saat (hanya dibuka pada jam-jam tertentu), dan tidak menetap (lokasi pasar tradisional berpindah-pindah menggunakan mobil). Pada pasar tradisional yang lebih dikenal dengan istilah "farmers market", pihak yang berjualan merupakan para petani secara langsung. New York merupakan kota yang sangat metropolitan dan kota perdagangan paling modern di Amerika Serikat. Oleh karena itu, pemerintah berusaha untuk tetap mengadakan pasar tradisional di kota New York yang modern tersebut. Pengadaan pasar tradisional di New York dapat memudahkan aktivitas para warga, misalnya restoran tidak perlu menunggu untuk membeli bahan-bahan makanan dari supermarket (yang umumnya buka pada jam lebih siang), tetapi dapat membeli bahan di pasar tradisional sehingga restoran dapat menjual makanan untuk sarapan para warga New York.

Program SNAP tersebut dilaksanakan pemerintah Amerika Serikat dengan tujuan mencapai keadilan sosial. Pemerintah memberikan jaminan sosial untuk warga yang berpenghasilan rendah untuk bertahan hidup. Awalnya pemerintah memberikan dalam bentuk kupon yang dapat digunakan untuk membeli barang-barang di toko makanan seperti farmers market, atau groceries tertentu. Subsidi yang diberikan tersebut juga diharapkan dapat menghidupi para petani (kupon subsidi digunakan dalam membeli barang di farmers market).

Dalam meningkatkan efisiensi, pemerintah menggunakan teknologi dengan mengubah kupon-kupon menjadi kartu elektronik berisi saldo/uang yang disebut Electronic Bank Transfer (EBT). Akan tetapi, yang menjadi masalah yaitu EBT tersebut tidak bisa digunakan/diterapkan di pasar-pasar tradisional seperti farmers market karena keterbatasan alat (tidak memiliki EBT reader). Dikarenakan lokasi pasar yang berpindah-pindah, penggunaan VSAT satellite untuk membantu penggunaan EBT juga sulit diterapkan. Selanjutnya, EBT tersebut kemudian digantikan dengan menggunakan sistem token. Token-token tersebut dapat digunakan di farmers market. Petani-petani yang menerima bayaran dalam bentuk token kemudian dapat menukarkan token tersebut ke GrowNYC. GrowNYC merupakan suatu organisasi yang berperan menjadi jembatan penghubung antara petani dengan pihak pemerintah (USDA) dalam memberikan subsidi kepada masyarakat NY berpenghasilan rendah.

Gambar berikut menunjukkan penggunaan token dalam berbelanja di farmers market.

Image result for farmers market tokens snap 

Thursday 4 October 2018

Gluten Free - The Science Behind The Trend (CBC Marketplace)


Sebagian besar masyarakat Kanada mempercayai atau berasumsi bahwa produk-produk gluten free lebih sehat dibandingkan produk reguler yang serupa (non-gluten free). Hal tersebut ditunjukkan banyaknya produk gluten free di toko-toko umum yang mudah ditemukan. Asumsi masyarakat mengenai anggapan bahwa produk gluten free lebih menyehatkan diperoleh dari artikel-artikel di koran atau majalah, dan dari pernyataan atau endorsement dari para selebriti. Dalam artikel-artikel tersebut disebutkan bahwa konsumsi produk gluten free dapat mengurangi gejala negatif pada kesehatan, mengecilkan ukuran perut (menghilangkan buncit perut), dan juga menurunkan berat badan. Akan tetapi, bagi sebagian kecil masyarakat Kanada yang memiliki celiac disease, konsumsi produk gluten free merupakan sebuah kebutuhan, bukan pilihan gaya hidup.

Penderita celiac disease di Kanada mencapai 35.000 orang, akan tetapi tercatat masyarakat yang mengonsumsi produk gluten free mencapai 4.000.000 orang. Penderita celiac disease memiliki kelainan sistem imun yang mengganggap gluten sebagai alergi. Jika penderita celiac disease mengonsumsi gluten, dapat memberikan dampak fisik seperti kembung, perut membesar, bahkan sampai gangguan emosional.

Masyarakat umum di Kanada sendiri kurang memahami apa arti dari gluten sendiri. Ada masyarakat yang mendefinisikan gluten sebagai komponen buruk dalam pangan seperti lemak, kalori, ada juga yang mendefinisikan sebagai bagian pati, komponen dalam gandum, atau bahkan sebagai sebuah tren. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai gluten tersebut yang dimanfaatkan para produsen dalam memasarkan produk gluten free. Selain itu, produsen juga memanfaatkan persepsi masyarakat yang menginginkan hal yang sederhana dan dapat mengatasi masalah kesehatan.

Produk gluten free sendiri memiliki harga yang relatif lebih mahal dibandingkan produk reguler lainnya. Hal tersebut didasarkan klaim perusahaan yang menyatakan dalam memproduksi produk gluten free membutuhkan proses produksi yang lebih rumit sehingga harga produk juga akan lebih mahal. Namun, apakah harga lebih mahal tersebut sebanding dengan kandungan nilai gizi atau nutrisinya? Masyarakat selalu berasumsi bahwa produk yang lebih mahal pasti juga lebih sehat. Nyatanya, produk gluten free jika dibandingkan dengan produk reguler serupa ternyata memiliki lebih banyak kalori, sodium, lemak, gula, dan lebih sedikit serat. Serat merupakan salah satu komponen nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan.

Promosi industri mengenai produk gluten free sebagai langkah pola hidup sehat termasuk salah satu bagian marketing. Pasar menginginkan pesan yang rumit sehingga dapat menjual berbagai macam produk yang dapat menarik pelanggan seperti magic food, super food, dan sebagainya. Salah satu perusahaan yang mempraktikkan hal tersebut yaitu Udi’s. Timothy Caulfield (kepala institusi hukum kesehatan di Universitas Alberta) mengatakan bahwa belum terdapat bukti ilmiah yang menyatakan hubungan kausalitas konsumsi produk gluten free dengan efek lebih sehat, lebih bahagia, dan berenergi. Meski demikian, Udi’s tetap mempromosikan bahwa produk gluten free dapat memberikan energi lebih, dan bahkan mengurangi gejala autisme dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Padahal belum terdapat bukti ilmiah mengenai hubungan hal-hal tersebut. Selain itu, Udi’s juga menyatakan bahwa tidak ada kerugian dalam mempraktikkan pola diet gluten free. Padahal menurut Caulfield, tentu ada kerugian yaitu dari sisi harga yang lebih mahal, kesulitan untuk dimakan (challenging to eat), dan lainnya. 

Akan tetapi, masih terdapat sebagian kecil masyarakat Kanada yang mempercayai bahwa kebanyakan orang (yang tidak memiliki celiac disease) tidak memerlukan produk gluten free.