Wednesday 30 May 2018

Green Supply Chain Management (GSCM)

Green Supply Chain Management (GSCM) merupakan suatu kegiatan yang mengintegrasikan konsep lingkungan ke dalam manajemen rantai pasok (SCM). Perkembangan dari SCM menjadi GSCM ini didorong kerusakan lingkungan yang semakin intens dan berkurangnya SDA.

Perkembangan GSCM ini diawali dengan pemfokusan perusahaan untuk mengurangi limbah karena alasan ekonomi (menekan biaya pengolahan limbah), bukan didasari alasan lingkungan. Namun, seiring berkembangnya zaman yaitu pada tahun 1960-1970an, kekhawatiran konsumen akan degradasi lingkungan meningkat, yang mana membawa pembentukan gerakan lingkungan seperti United States Environmental Protection Agency. Pembentukan gerakan lingkungan tersebut juga disertai dengan penegakan peraturan yang menekankan seluruh pihak dalam rantai pasok harus memperhatikan aspek lingkungan dalam pelaksanaan rantai pasok. Tidak hanya itu, standar kinerja lingkungan dipertimbangkan dalam pedoman kontrak pemilihan mitra rantai pasok.

Terdapat 2 faktor yang mendorong motivasi sebuah perusahaan dalam menerapkan GSCM, yaitu motivasi utama dan motivasi sekunder. Motivasi utama meliputi pengurangan biaya, manajemen risiko perusahaan (menghindari kerugian akibat kompetisi), peningkatan citra produk/perusahaan, adanya pembatasan pembelian internasional (berkaitan pertimbangan standar kinerja lingkungan dalam pedoman kontrak), dan tekanan/tuntutan dari konsumen. Sedangkan motivasi sekunder terdiri dari peningkatan kualitas dan inovasi-inovasi produk.

GSCM Practices
Praktik-praktik dalam penerapan GSCM dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pro-active practice dan re-active practice. Pro-active practice merupakan praktik hasil keputusan internal perusahaan sesuai prinsip yang berlaku, sedangkan re-active practice merupakan praktik hasil tanggapan dari adanya pemberian perintah.
 Pro-active practices terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:
1. Green Purchasing Practices
    Green Purchasing merupakan praktik pembelian barang yang dilakukan secara ramah lingkungan. Produk yang dibeli merupakan produk yang dapat dimanfaatkan secara maksimal (reuse dan recycle), proses pembelian menggunakan sumber daya yang minim (secara elektronik, tanpa menggunakan kertas). Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam green purchasing yaitu pemilihan supplier harus yang berkompeten dalam aspek lingkungan, yang mana dapat diseleksi melalui kepemilikan sertifikat ISO 140001 (sistem manajemen lingkungan). ISO 140001 merupakan sertifikat yang menjamin bahwa perusahaan telah mempertimbangkan aspek lingkungan dalam keseluruhan proses produksinya.

2. Green Manufacturing
    Green Manufacturing merupakan praktik dalam memproduksi produk dengan menekankan pada 3 poin penting, yaitu memproduksi menggunakan material yang ramah lingkungan (tidak terbuat dari bahan-bahan kimia berbahaya dan sebagainya), menggunakan material yang dapat dimanfaatkan secara maksimal (reuse dan recyle), serta proses produksi menggunakan energi seminimal mungkin. Green manufacturing dapat difokuskan menjadi 2 bagian yaitu product-related design dan packaging-related design.

3. Green Distribution
    Green Distribution merupakan praktik dalam melakukan distribusi produk secara ramah lingkungan, yang berarti memaksimalkan kapasitas dalam penangangan distribusi. Green distribution erat kaitannya dengan kemasan, dimana kemasan yang efisien dapat memberikan ruang lebih banyak (pola pemuatan lebih baik) sehingga dapat mengurangi jumlah penanganan distribusi (distribusi lebih optimum). Selain itu, juga melibatkan proses distribusi massal (efisien) dengan menggunakan energi paling minimum.

4. Reverse Logistics
    Reverse Logistics merupakan proses pengelolaan barang dari titik akhir konsumen kembali ke titik asal produsen dengan tujuan pemanfaatan kembali (remanufacturing) yang melibatkan proses reuse dan recycling. Proses reverse logistics ini dapat mengurangi jumlah limbah (karena ada proses recycling) dan juga meminimalkan biaya sumber daya bahan baku (penggunaan bahan daur ulang dapat lebih menekan biaya dibandingkan pembelian bahan baku murni dari awal).

Sedangkan re-active practice melibatkan regulasi dan peraturan dari pemerintahan negara mengenai lingkungan dan GSCM. Pemerintah memiliki 3 peran dalam membantu penerapan GSCM, yaitu:
1. Peran suportif
    Peran suportif dilakukan dengan pemberian insentif kepada perusahaan yang menerapkan GSCM, dapat dalam bentuk subsidi produk atau peningkatan pangsa pasar (menyarankan masyarakat untuk membeli produk).

2. Peran koersif
   Peran koersif dapat dilakukan pemerintah dengan mengenakan pajak kepada perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan GSCM.

3. Peran penatagunaan
    Pemerintah dapat memanfaatkan fasilitas informasi dalam memonitor pelaku rantai pasok, mengkoordinasi keadaan rantai pasok, mengurangi anggaran belanja, memberdayakan Non-Governmental Organizations (NGOs) dalam pemberian legitimasi, dan sebagainya.

Praktik-praktik penerapan GSCM ini akan memberikan dampak positif pada kinerja perusahaan, seperti environmental performance (mengurangi limbah, pemakaian energi, dan emisi udara), economy performance (pengurangan biaya dan peningkatan profitabilitas), dan intangible performance (peningkatan citra produk, loyalitas dan kepuasan pelanggan).


No comments:

Post a Comment